Walau menurut banyak orang 98% kepala laki-laki
berisi uang dan seks, dan 2% sisanya---cinta dan kebersamaan---ada di kepala
perempuan, novel ini bukan sekadar bercerita tentang uang dan seks. Uang
memang dibutuhkan dan seks memang dinikmati, tapi dalam cinta dan kebersamaan
itulah Sang Hidup meletakkan sebuah arti. Dengan latar belakang kawasan Kembang
Jepun di Surabaya pada tahun 1940-an, novel ini bercerita tentang: - Tjoa Kim
Hwa, yang selalu berkedok untuk uang dan seks. - Sulis, yang selalu menuntut
uang dan seks. - Lestari, yang tidak butuh uang dan seks. - Kaguya, yang
lahir karena uang dan seks. Tapi… Matsumi masih mencari kehakikian cinta.
Ternyata ada cinta yang layak dipertahankan, ada cinta yang harus
diperjuangkan, ada cinta yang harus dilupakan. Matsumi merindukan
kebersamaan. Ternyata ada kebersamaan yang gelisah, ada kebersamaan yang hampa,
ada kebersamaan yang tanpa apa-apa---tanpa uang dan seks. Ada laki-laki dan
perempuan. Ada tua dan muda. Ada anak dan orangtua. Dalam novel ini, ada
uang, seks, sekaligus cinta dan kebersamaan. ADA WARNA HIDUP! -
Karakter-karakter dalam Perempuan Kembang Jepun adalah kuat dan hidup dengan
gaya penceritaan seperti tokoh yang bertutur. - Tema "pencarian
cinta" sangat kuat dalam novel ini. Dengan latar belakang kota Surabaya
di tahun 1940-an dan tahun 2000-an, simak kisah anak yang mencari cinta ibu,
ibu mencari cinta anak, suami mencari cinta istri, dan seorang geisha yang
mencari cinta sejati.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar