Judul : ANGSA ANGSA LIAR
Pengarang : Jung Chang
Penerbit : Gramedia
Terbit : 2005
Tebal : 296 hlm
Kondisi : bagus seperti baru
Harga : Rp 80.000 (Harga Toko : Rp 100.000)
Sinopsis :
Kisah nyata ketegaran tiga wanita china melalui pergolakan sosial sejak jatuhnya Pu Yi, masa penjajahan Jepang, perang saudara, kejayaan komunis, sampai masa kini.
Nenekku selir seorang panglima perang yang amat berkuasa. Dia tinggal di rumah megah, dilayani sejumlah pelayan, dihadiahi aneka perhiasan mewah, tapi hidup merana karena selalu diawasi dan dilarang keluar rumah. Namun, dengan berani dia menentang suaminya dan mendobrak adat yang telah tertanam kuat selama lebih dari dua ribu tahun.
Ibuku, putri tunggal nenekku, menghabiskan masa remaja di tengah pergolakan perang saudara dan perebutan kekuasaan antara Kuomintang dan Komunis. Dia memilih menjadi
anggota Partai Komunis China karena yakin akan cita-cita luhur mereka dan karena jatuh cinta pada seorang komandan gerilya Komunis yang sangat ditakuti.
Aku, putri kedua ibuku, lahir di masa kejayaan Komunis, ketika ayahku telah menjadi gubernur dan ibuku menjadi pejabat penting. Di masa kanak-kanak, aku hidup terlindung di lingkungan perumahan pejabat tinggi Partai dengan segala kemudahan dan hak-hak istimewa. Tapi... umurku belum empat tahun ketika angin perubahan politik mulai bertiup. Tahun demi tahun berlalu. Angin perubahan tidak mereda, malah semakin kencang dan akhirnya memuncak menjadi badai yang memporakporandakan semua sendi kehidupan rakyat China.
Ayahku yang terkenal amat jujur ditahan, disiksa, menjadi gila, dan di buang ke kamp kerja paksa. Ibuku di buang ke kamp lain. Aku dan kakakku harus menjalani re-edukasi dan menjadi petani di sebuah pedesaan terpencil di kaki Pegunungna Himalaya. Ketiga adikku tercerai-berai dan menjadi anggota geng jalanan. Agar terhindar dari pengucilan dan siksaan, kami berlima diperintahkan mengingkari orangtua kami. Tapi kami menolak. Hanya satu yang membuat kami tegar dan mampu bertahan: rasa hormat dan sayang kami kepada orangtua kami.
Nenekku selir seorang panglima perang yang amat berkuasa. Dia tinggal di rumah megah, dilayani sejumlah pelayan, dihadiahi aneka perhiasan mewah, tapi hidup merana karena selalu diawasi dan dilarang keluar rumah. Namun, dengan berani dia menentang suaminya dan mendobrak adat yang telah tertanam kuat selama lebih dari dua ribu tahun.
Ibuku, putri tunggal nenekku, menghabiskan masa remaja di tengah pergolakan perang saudara dan perebutan kekuasaan antara Kuomintang dan Komunis. Dia memilih menjadi
anggota Partai Komunis China karena yakin akan cita-cita luhur mereka dan karena jatuh cinta pada seorang komandan gerilya Komunis yang sangat ditakuti.
Aku, putri kedua ibuku, lahir di masa kejayaan Komunis, ketika ayahku telah menjadi gubernur dan ibuku menjadi pejabat penting. Di masa kanak-kanak, aku hidup terlindung di lingkungan perumahan pejabat tinggi Partai dengan segala kemudahan dan hak-hak istimewa. Tapi... umurku belum empat tahun ketika angin perubahan politik mulai bertiup. Tahun demi tahun berlalu. Angin perubahan tidak mereda, malah semakin kencang dan akhirnya memuncak menjadi badai yang memporakporandakan semua sendi kehidupan rakyat China.
Ayahku yang terkenal amat jujur ditahan, disiksa, menjadi gila, dan di buang ke kamp kerja paksa. Ibuku di buang ke kamp lain. Aku dan kakakku harus menjalani re-edukasi dan menjadi petani di sebuah pedesaan terpencil di kaki Pegunungna Himalaya. Ketiga adikku tercerai-berai dan menjadi anggota geng jalanan. Agar terhindar dari pengucilan dan siksaan, kami berlima diperintahkan mengingkari orangtua kami. Tapi kami menolak. Hanya satu yang membuat kami tegar dan mampu bertahan: rasa hormat dan sayang kami kepada orangtua kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar